Sidang perkara dugaan korupsi bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific
Indonesia (Chevron) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta,
Senin (25/3), berlangsung sengit. Hotma Sitompul, penasehat hukum
salah satu terdakwa, Direktur PT Sumigita Jaya, Herlan bin Ompo,
memilih keluar (walkout) dari ruang persidangan.
Hari itu, jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung, menghadirkan dua ahli
yaitu Edison Effendi dan Prayitno. Keduanya disebut sebagai ahli
bioremediasi, namun penasehat hukum terdakwa menolak kapasitas ahli,
terutama untuk Edison.
Edison adalah ahli yang dipakai kejaksaan untuk mengambil sampel tanah
tercemar minyak di areal Chevron. Perusahaan tempat Edison berada
dianggap pernah mengikuti tender beberapa kali di Chevron dan kalah
sehingga penasehat hukum menganggap Edison sebagai ahli tak akan bisa
independen.
Usai perkenalan ahli, Hotma langsung protes terhadap isi berita acara
pemeriksaan ketiga orang ahli, yaitu Edison, Prayitno, dan Bambang.
Menurut Hotma, ketiga ahli itu (Bambang
tidak dihadirkan dalam sidang) diperiksa dalam waktu bersamaan dan
oleh penyidik yang sama.
"Bagaimana mungkin memeriksa ahli dalam waktu yang sama, isinya mulai
titik dan komanya sama untuk ketiga ahli itu. Kami akan melaporkan
ketiga orang ini karena memberi sumpah palsu waktu di-BAP. Kami
keberatan kedua ahli ini didengar kesaksiannya," kata Hotma.
"Saya tidak mau dibohongi ahli ini. Saya dengan izin Majelis Hakim
akan meninggalkan ruangan ini," lanjut Hotma yang dipersilakan Ketua
Majelis Hakim Sudharmawatiningsih. Hotma pun meninggalkan sidang namun
beberapa orang penasehat hukum terdakwa tetap tinggal sehingga sidang
tetap bisa dimulai.
Dicecar hakim
Sebelumnya juga digelar sidang dengan kasus yang sama dengan terdakwa
Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri. Sidang ini
menghadirkan ahli yang sama, namun tak sempat diwarnai walkout oleh
penasehat hukum terdakwa.
Walau demikian, sidang tetap berlangsung panas karena baik hakim
maupun penasehat hukum sama-sama mencecar Edison Effendi. Hakim
anggota, Sofialdi, menanyakan soal kedatangan ahli dalam pengambilan
sampel tanah tercemar di area Chevron untuk kepentingan kejaksaan.
"Saudara yang ambil sampel tanah tercemar?" tanya Sofialdi, yang
dijawab tidak pernah. Edison mengaku datang ke lokasi untuk memastikan
pengambilan sampel sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No 128 Tahun 2003.
Pengambilan titik sampel menurut Edison merupakan kesepakatan bersama
dengan tenaga ahli Chevron. "Saya tidak perintahkan di mana diambil
sampel, mereka yang ambil sampel," kata Edison.
Edison juga mengaku, mengeluarkan produk bakteri pemakan minyak yang
ia pasarkan. Bakteri itu pernah ditawarkan ke Chevron, namun ia
mengaku yang menawarkan adalah perusahaan tempat ia jadi konsultasn,
bukan dirinya.
"Dipakai enggak bakteri itu?" tanya Sofialdi. "Itu bukan urusan saya.
Saya hanya menawarkan ke perusahaan Adi Mitra, saya tak tahu dijual
kemana," jawab Edison.
Sofialdi juga mencecar keterlibatan ahli dalam tender di Chevron.
"Saya tak pernah ikut tender atau menjadi kuasa perusahaan manapun
dan tak pernah ikut tender. Kalau di akte, tak ada nama saya," kata
Edison yang disambut suara gaduh ruangan sidang.
"Saya tanya bukan secara akte, pernah tidak ikut tender atau menjadi
kuasa tender?" tanya Sofialdi dengan nada tinggi. "Saya tak pernah,"
jawab Edison.
Penasehat hukum Ricksy Prematuri, Najib Ali Gisymar, langsung
menyambar pertanyaan terakhir hakim Sofialdi. "Akan kami tunjukkan
kalau ahli ini mewakili perusahaan tertentu dan pernah ikut tender,"
kata Najib.
Suasana sidang makin gaduh. Sudharmawatiningsih memanggil semua pihak
untuk mendekat ke majelis guna melihat bukti yang diajukan Najib.
Bukti yang dipegang Najib menyatakan, Edison pernah mewakili
perusahaan CV Putra Riau Kemari yang mengikuti tender di Chevron dan
kalah.
"Bahwa, orang ini tadi mengatakan…" kata Najib yang langsung
dipotong Ketua Hakim Sudharmawatinignsih, "Penasehat hukum, ini ahli."
"Baik, ahli ini tadi ngotot berani menyatakan tak pernah ikut tender.
Atas tantangan anggota Majelis Hakim, kami tunjukkan Edison Effendi
adalah wakil CV Putra Riau Kemari," kata Najib dengan nada tinggi.
Edison mencoba memberikan klarifikasi dengan mengatakan ia hadir di
situ sebagai konsultan CV Putra Riau Kemari, bukan sebagai pengusaha.
"Saya sebagai konsultan saya akui, tapi saya bukan sebagai pengusaha,"
kata Edison.
Sidang berlansung sengit, Najib mengkritisi berbagai pernyataan ahli
yang dirasa tidak sama dengan yang termaktub dalam Kepmen LH No 128
Tahun 2003. "Kami ini buta karena tak menemukan di Kepmen ini, tolong
dibukakan mata kami, di mana kami bisa membacanya?" kata Najib
menanggapi soal perbedaan pernyataan ahli dengan ketentuan Kepmen 128.
"Dibaca saja di Bab 2. Hampir mirip dengan yang saya jelaskan tadi,"
jawab Edison. "Tolong ajarin kami di mana yang mirip? Kami ingin
membaca tapi tak bisa membaca. Kami hanya ingin ahli tunjukkan saja,"
kata Najib.
"Pertanyaan yang sama tak bisa diulang," sergah Sudharmawatiningsih.
"Berarti tak ada dalam pasalnya Yang Mulia," celetuk Najib jengkel.
Hingga akhir persidangan, penasehat hukum dan Edison tetap berseteru
dalam tanya jawab dan sering terjadi debat sederhana yang menggelikan
pengunjung sidang. "Sejak awal saya sudah peringatkan ahli ini tak
akan independen," kata Najib.
Penasehat hukum terdakwa juga membidik cara kerja Edison dalam
melakukan uji parameter lingkungan yang akhirnya dijadikan pedoman
kejaksaan untuk menyeret para terdakwa. Panasehat hukum mempertanyakan
juga uji parameter yang tak menggunakan lab terakreditasi.
Saat ahli Prayitno memberikan kesaksian, hakim Sofialdi kembali
mencecar ahli yang ternyata pernah satu tim kerja dengan ahli Edison.
Prayitno pernah bekerja di Yola Consultant dan pernah bersama dengan
Edison.
Sofialdi juga mencecar apakah ahli Prayitno pernah melakukan pekerjaan
bioremediasi, yang dijawab Prayitno pernah melakukan bioremediasi
secara insitu (di lokasi tercemar) di area Babelan milik pertamina.
Namun, Prayitno belum pernah melakukan pekerjaan bioremediasi exsitu
(di luar lokasi tercemar) yang kemudian diprotes penasehat hukum
karena dianggap bias menilai pekerjaan bioremediasi Chevron yang
exsitu.
"Apakah Yola Consultant pernah ikut tender di Chevron?" tanya Najib.
Penuntut umum yang diketuai Waluyo Heryawan mengajukan keberatan atas
pertanyaan yang tak terkait perkara. "Keberatan Yang Mulia," kata
Waluyo, yang dikabulkan majelis hakim.
Pada sidang sebelumnya seorang saksi pernah mengungkapkan, Yola
Consultant pernah mengikuti tender di Chevron dan dikabarkan kalah.
(AMR)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment