Hakim Pemeriksa Pendahuluan Diragukan Efektivitasnya

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang kini

sudah ada di DPR, memuat banyak perubahan substantif dibanding KUHAP

sekarang. Perubahan paling krusial adalah hakim komisaris atau yang

sekarang disebut sebagai hakim pemeriksa pendahuluan.

Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Irjend Pol Prof Iza

Fadri, pada Simposium Nasional Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi

Indonesia di Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa (19/3),

mengatakan, hakim pemeriksa pendahuluan yang memiliki banyak

kewenangan ini justru diragukan efektivitasnya.

Hakim pemeriksa pendahuluan akan memiliki kewenangan diantaranya

menguji sah tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan

penyadapan, sah atau tidaknya penghentikan penyidikan dan penghentian

penuntutan, sah tidaknya perolehan alat bukti, ganti rugi karena salah

penangkapan, penahanan, penyitaan, untuk pemohon, layak tidaknya

penanganan perkara oleh penyidik, layak tidaknya perkara yang telah

dilakukan gelar perkara.

Menurut Iza, wewenang yang begitu besar dikhawatirkan berpotensi

menimbulkan masalah dan penyimpangan. Soalnya, putusan hakim pemeriksa

pendahuluan tidak dapat diajukan upaya hukum banding atau kasasi,

sementara pada putusan hakim praperadilan dimungkinkan adanya banding

atau kasasi.

"Putusan hakim pemeriksa pendahuluan ini bersifat final dan mengikat,

sementara putusan hakim praperadilan itu masih dapat diuji. Tak ada

evaluasi terhadap hasil keputusan, membuatnya cenderung bahaya," kata

Iza. Menanggapi kewenanan yang tinggi tersebut, Polri meragukan

efektivitas konsep hakim pemeriksa pendahuluan ini.

Belum lagi biaya membangun sistem dan struktur baru yang pasti mahal.

"Kemudian kita juga membutuhkan hakim pemeriksa pendahuluan setingkat

Ketua Pengadilan Negeri sebanyak 1.000 orang dari golongan IIIC, itu

pasti sulit," kata Iza.

Luasnya wilayah Indonesia dinilai akan menyulitkan pelaksanaan teknis

dan manajemen peradilan akan sulit terlaksana. Bagi Polri, lembaga

praperadilan saat ini dirasakan masih efektif, hanya perlu dilakukan

Related Post

perluasan kewenangan. Polri dan Kejaksaan juga bisa meningkatkan

mekanisme pengawasan internal dan jika berhasil maka hakim pemeriksa

pendahuluan tak diperlukan lagi.

"Daripada membuat hakim pemeriksa pendahuuan, akan lebih efektif jika

menerapkan perluasan kewenangan lembaga praperadilan yang telah ada,"

kata Iza. Di negara asalnya, yaitu Belanda, hakim komisaris ini

dianggap tidak efektif dan ditinggalkan.

Meragukan DPR

RUU KUHAP dan KUHP akan masuk ke DPR dan formulasinya bergantung pada

anggota legislatif. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro,

Barda Nawawi Arief, mengatakan RUU KUHAP ini seolah sudah menjadi

janin tua terlalu lama di dalam kandungan sehingga banyak masalah.

Barda berharap, RUU KUHAP dan RUU KUHP yang 59 tahun dalam kandungan,

tidak lahir cacat. Memang, saat ini sulit berharap dari legislatif

yang saat ini kualitasnya diragukan untuk membangun sistem pidana

nasional yang berkarakter.

Kebijakan formulasi kini ada di DPR. Apakah mereka sudah memahami

makna dan ruang lingkup penal reform, penal policy," kata Barda.

Barda memaparkan, saat ini ada erosi spirit nasionalisme dan

patriotisme dalam penegakan hukum Indonesia. KUHP saat ini terlaku

kaku dan didukung hakim yang cenderung tak menggali nilai-nilai hukum

yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat.

Akibatnya, kasus-kasus kecil seperti pencurian sandal jepit,

kasus-kasus heboh seperti hakim yang menjadi makelar kasus, muncul ke

permukaan. "Padahal, peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan berdasarkan undang-undang," kata Barda.

Hakim wajib menggali asas-asas sebagai rambu-rambu dalam memutuskan di

luar KUHP. Juridis religius dan religius wisdom merupakan karakter

hukum Indonesia. Dengan demikian, hukum pidana yang positivistik dan

kaku bisa lebih dalam menemukan substansinya.

Hukum pidana juga harus menemukan keseimbangannya. "Apakah secara

substantif material melawan hukum? Misalnya, orang mengambil semangka

karena haus, apakah secara substantif mencuri?" tandas Barda. (AMR)

Leave a Comment

Recent Posts

Ketika Selebritas Berkampanye di Media Sosial

Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More

10 years ago

I Stand on The Right Side: Perang Senyap Pita Dukungan Capres

Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More

10 years ago

KPU Sebenarnya Siap dengan Pemilu Serentak 2014

Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More

10 years ago

Jokowi Pengaruhi Angka Ambang Batas Parlemen

Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More

10 years ago

Bawaslu Rilis Peta Potensi Kerawanan

Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More

10 years ago

Strict Standards: Non-static method JLoader::import() should not be called statically in…

Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More

10 years ago