Sultoni, mantan jaksa di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, akhirnya
divonis pidana penjara satu tahun enam bulan dan denda Rp 50 juta
subsider dua bulan kurungan. Sultoni terbukti bersalah memalsukan
vonis terdakwa Sugianto yang terlibat kasus narkoba dari hukuman 10
tahun penjara menjadi 3 tahun penjara.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis
(2/5), yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Tati Hadianti.
“Menyatakan terdakwa Sultoni terbukti bersalah secara sah dan
meyakinkan sesuai dengan dakwaan ketiga menurut Pasal 9 Undang-Undang
nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001,”
kata Tati.
Menengar putusan itu, Sultoni akan pikir-pikir dahulu. Termasuk jaksa
penuntut umu Fitri Zulfahmi juga masih pikir-pikir terhadap putusan
majelis hakim.
Terdakwa Sultoni dianggap terbukti memalsukan dokumen ekstra vonis
yang digunakan untuk eksekusi hukuman terdakwa Sugianto pada tahun
2007. Dalam amar putusan majelis hakim disebutkan setelah terdakwa
Sultoni selaku jaksa membacakan tuntutan pidana 14 tahun untuk
Sugianto pada 28 Juni 2007, pada hari yang sama majelis hakim
menjatuhkan putusan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 150 juta
subsider kurungan 2 bulan.
Disebutkan juga, dalam putusan hakim tersebut, disita juga barang
bukti berupa 9.990 butir ekstasi yang disita untuk negara untuk
dimusnahkan. Beberapa hari kemudian, terdakwa didatangi Leo, yang
diduga merupakan mafia kasus yang saat ini buron, sambil membawa
dokumen ekstra vonis dua lembar untuk ditunjukkan kepada Sultoni.
Namun, isi ekstra vonis dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat tersebut
berbeda dengan dokumen putusan majelis hakim yang asli. Tertulis
hukuman pidananya menjadi 3 tahun dan denda Rp 150 juta subside 1
bulan penjara. Jumlah ekstasi yang disita juga diubah dari 9.990
menjadi hanya 990 butir ekstasi yang disita untuk negara dan akan
dimusnahkan.
Leo bersama almarhum Irwan mendatangi Sultoni dengan memberikan uang
Rp 20 juta dengan harapan Sultoni bisa menjalankan putusan tersebut.
Sultoni sempat menanyakan kepada Leo, apakah hal tersebut sudah
diketahui oleh jaksa lain yaitu Maelan? Leo pun menjawab, hal itu
sudah diketahui Maelan dan itu tanggung jawab Leo.
Selanjutnya, Sultoni memalsukan tanda tangan Kepala Seksi Pidana Umum
Kejaksaan Jakarta Barat Tejo Sukmono untuk surat perintah pelaksanaan
putusan pengadilan pada 4 Oktober 2007. Surat itulah yang kemudian
diberikan Sultoni kepada Leo, kemudian Leo menyampaikan surat itu ke
Lembaga Pemasyarakatan di Salemba.
“Terdakwa dengan sengaja telah memalsukan putusan terdakwa atas nama
Sugianto yang seharusnya 10 tahun penjara menjadi 3 tahun potong masa
tahanan,” kata Tati Hadianti. Dengan demikian, unsur sengaja
memalsukan telah terbukti.
Eksekusi yang dirancang Sultoni tersebut tidak masuk dalam register
eksekusi. Sultoni juga tak memberikan berkas eksekusi ke bagian
eksekusi sehingga tak tercatat. “Itu menjadi kewajiban penuntut umum
dalam melaksanakan eksekusi namun disimpangi dengan pembuatan berita
acara yang tidak sebagaimana mestinya,” kata hakim.
Hal tersebut tak hanya menghindari tertib administrasi, namun juga
dimaksudkan agar eksekusi tak diketahui pihak lain. Putusan majelis
hakim ini lebih ringan disbanding tuntutan jaksa penuntut umum yang
menuntut dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan
kurungan.
Hal yang memberatkan, terdakwa Sultoni dianggap telah mengkhianati
peranannya sebagai jaksa dan bertentangan dengan program pemerintah
dan masyarakat yang sedang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi dan narkotika. Sedangkan hal yang meringankannya, Sultoni
belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, dan sopan di
persidangan.
Pemain lama
Dalam persidangan sebelumnya, terungkap bahwa Leo adalah bagian dari
mafia kasus yang diduga sering beroperasi di pengadilan. Kasus
pemalsuan vonis ini baru terungkap pada 2009 setelah Sugianto bebas
dari penjara. Kepolisian menangkapnya kembali Sugianto karena
mengetahui seharusnya vonisnya adalah 10 tahun.
Sugianto kemudian menunjukkan petikan vonis penjara 3 tahun potong
masa tahanan, yang ternyata petikan vonis tersebut palsu. Dari situlah
kasus Sultoni terbongkar.
Sultoni dalam sidang sebelumnya juga diketahui pernah terlibat kasus
lain yaitu melanggar prosedur penanganan perkara narkoba dengan
terdakwa Gunawan Tjahjadi pada 2009. Kejaksaan Agung akhirnya mencopot
jabatan fungsional Sultoni sebagai jaksa karena dianggap melanggar
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil.
Gunawan, pemilik 470 butir ekstasi, divonis satu tahun penjara oleh
majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang dipimpin Haris
Munandar. Jaksa Sultoni menuntut ringan Gunawan dengan 1,5 tahun
penjara. Proses persidangan berlangsung singkat selama dua hari
langsung vonis, yakni 17 Februari dan 18 Februari 2009.
Kasus mencuat karena terdakwa menghilang pascavonis majelis hakim.
Gunawan baru ditangkap kembali pada 19 April 2009 di Bandara Soekarno
Hatta. (AMR)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment