Jokowi Pengaruhi Angka Ambang Batas Parlemen

Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim politik, mulai dari elektabilitas kandidat, elektabilitas parpol, bahkan hingga tingkat ambang batas parlemen. Jika Jokowi maju menjadi calon presiden, akan ada empat parpol yang bakal lolos parliamentary threshold. Jika pemilu tanpa Jokowi, diprediksikan akan ada lebih banyak lagi parpol yang lolos. Demikian hasil survei Pol-Tracking Institute yang dipublikasikan di Jakarta, Minggu (26/1). Survei dilakukan pada 16-23 Desember 2013, dengan jumlah sampel 1.200 orang di 33 provinsi, margin error plus minus 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda AR dalam paparannya mengatakan, jika Jokowi tidak maju dalam capres, maka semua parpol kecuali PDIP akan diuntungkan. “Akan ada tujuh parpol yang berpeluang lolos parliamentary threshold 3,5 persen jika Jokowi tak diajukan sebagai capres,” kata Hanta. Ketujuh parpol itu adalah PDIP (18,8 persen), Golkar (15,8 persen), Gerindra (7,6 persen), Demokrat (5,6 persen), PPP (4 persen), PKB (4 persen), dan Hanura (3,92 persen). Jika Jokowi akhirnya diusung sebagai capres dari PDIP, hanya ada empat parpol yang akan lolos parliamentary threshold yaitu PDIP (30,78 persen), Golkar (12,34 persen), Gerindra (6,51 persen), dan Demokrat (4,67 persen). “Jika partai lain ingin menaikkan suaranya, maka strateginya adalah dorong agar Jokowi tak maju capres,” kelakar Hanta. Skenario ini akan merugikan PDIP tapi akan menguntungkan hampir semua partai akibat limpahan suara pemilih PDIP. Dalam elektabilitas capres, Jokowi kembali tak terkalahkan dengan elektabilitas 37,95 persen, disusul Prabowo (10,34 persen), Aburizal Bakrie (5,92 persen), dan Wiranto (5,42 persen). Jika Jokowi tidak maju sebagai capres, maka Prabowo berpeluang memimpin dengan 19,18 persen, disusul Megawati (15,26 persen), Aburizal Bakrie (13,76 persen), dan Wiranto (11,34 persen). Jokowi juga mempengaruhi elektabilitas parpol. Jika Jokowi diusung menjadi capres PDIP, elektabilitas PDIP berada di puncak dengan 30,87 persen, disusul Golkar (12,34 persen), Gerindra (6,51 persen), Demokrat (4,67 persen), dan partai lain di bawah 4 persen. Jika Jokowi tak diusung jadi capres, PDIP tetap di puncak namun suaranya turun drastis menjadi 18,85 persen, disusul Golkar (15,85 persen), Gerindra (7,59 persen), Demokrat (5,59 persen), PPP (4 persen), PKB (4 persen), dan partai lain di bawah 4 persen. Suara PDIP labil Survei ini juga mengindikasikan betapa suara PDIP sangat labil karena bergantung pada figur. PDIP bergantung pada swing voters yang mencapai 57 persen. “Hanya ada 27,6 persen pemilih yang cukup solid menyatakan sudah mantap dalam pilihannya,” kata Hanta. Hanta menegaskan, survei ini makin mengkonfirmasikan bahwa pendukung paling rentan adalah PDIP. Golkar dan Gerindra lebih stabil. Jika Jokowi tak menjadi capres, bahkan jika hanya menjadi cawapres, banyak pemilih yang akan berpindah ke partai lain. Gerindra akan mendapatkan banyak limpahan suara walaupun elektabilitasnya cukup jauh dari PDIP dan Golkar. Figur dan korupsi Survei ini juga menanyai responden mengapa tidak memilih parpol tertentu. Alasan yang mereka ungkapkan ternyata dilandasi pada dua hal yaitu adakah tokoh yang diidolakan di partai tersebut, atau apakah parpol tersebut para kadernya terlibat korupsi atau tidak. Dua parpol yaitu Demokrat dan PKS, tidak dipilih karena kasus korupsi dan ditambah lagi tak adanya figur membuat dua parpol ini terus turun elektabilitasnya. “Sedangkan partai lain, lebih pada tak adanya figur yang diidolakan di parpol. PDIP juga didera isu korupsi tapi pemberitaannya tertutup sentimen positif pemberitaan Jokowi,” kata Hanta. Hanta juga menyoroti respons responden terhadap elektabilitas parpol (tanpa perlakuan memasangkan capres) dibanding elektabilitas figur. Figur Jokowi (37,95 persen) telah melewati elektabilitas parpolnya PDIP (22,44 persen). Elektabilitas Aburizal Bakrie (5,92 persen) terlalu di bawah Golkar (15,93 persen), Prabowo (10,34 persen) bisa mengimbangi Gerindra (8,67 persen), Dahlan Iskan (1,75 persen) terlalu jauh elektabilitasnya dibanding partainya Demokrat (7,92 persen. Begitu pula Mahfud MD (2 persen) dibanding PKB (4,59 persen), Surya Dharma Ali (0,25 persen) juga di bawah PPP (4,5 persen), Wiranto (5,42 persen) mampu mengimbangi Hanura (4,25 persen). Menurut Hanta, data itu bisa digunakan parpol untuk menentukan strategi siapa yang layak diajukan jadi capres. Namun, Hanta menegaskan hasil survei ini relevan saat survei dibuat. “Cuaca politik bisa berubah setiap saat, tapi tidak akan ekstrim, kecuali jika ada gempa politik,” katanya. (AmirSodikin.com)

Related Post
Leave a Comment

Recent Posts

Ketika Selebritas Berkampanye di Media Sosial

Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More

10 years ago

I Stand on The Right Side: Perang Senyap Pita Dukungan Capres

Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More

10 years ago

KPU Sebenarnya Siap dengan Pemilu Serentak 2014

Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More

10 years ago

Bawaslu Rilis Peta Potensi Kerawanan

Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More

10 years ago

Strict Standards: Non-static method JLoader::import() should not be called statically in…

Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More

10 years ago

Warning: date(): It is not safe to rely on the system’s timezone settings.

Pada web-web joomla lama, joomla 1.5, yang berada di sistem server dengan php terkini, muncul… Read More

10 years ago