Ketika Perempuan Memimpin Sidang Tipikor

Cantik, anggun, dan lembut, itulah hakim-hakim perempuan di Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Mereka bukanlah penghias semata.

Justru merekalah macan tidur Pengadilan Tipikor. Jangan coba

menggodanya dengan kesaksian palsu atau dengan pura-pura sakit.

Para perempuan perkasa itu memimpin beberapa sidang. Sebut saja Tati

Hadianti, memimpin sidang Neneng Sri Wahyuni; dan Sudharmawatiningsih,

memimpin sidang-sidang dugaan korupsi bioremediasi PT Chevron Pacific

Indonesia.

Di tengah dominasi pria, sosok hakim perempuan ini menarik karena

karakternya yang kuat. Mereka jago menguber pertanyaan yang sifatnya

detail yang sering terlupakan hakim pria.

Jangan anggap hakim perempuan itu mudah ditundukkan dengan kesaksian

berbelit. Jangan sekali-kali berbohong karena mereka bisa membaca

psikologi dan gerak tubuh.

Lembut, perhatian, dan tegas bersenyawa jadi satu. Namun, jangan

dikira mereka mudah memberikan belas kasiahannya. Terbukti, terdakwa

Neneng yang selalu "manja" di persidangan, akhirnya kena batunya.

Kamis (15/3) lalu, kesabaran Tati Hadianti tampak diuji oleh pengajuan

penundaan vonis Neneng. Rasanya, publik juga mencatat, Neneng terlalu

sering mengajukan penundaan sidang dengan alasan sakit.

Tak hanya kesabaran yang diuji, namun juga kredibilitas. Apa jadinya

jika Tati kembali memberikan dispensasi kepada Neneng berupa penundaan

vonis untuk kedua kalinya? Dengan alasan yang sama yaitu sakit diare

dan mag?

Tidak logis rasanya diare dua pekan tidak sembuh juga, walaupun

terdakwa ketika diajukan di persidangan harus sehat. Beruntung, Tati

didukung hasil pemeriksaan dokter Komisi Pemberantasan Korupsi, yang

menyatakan Neneng bisa mengikuti persidangan hari itu.

Tati akhirnya membuat keputusan bersejarah. Untuk pertama kalinya di

Pengadilan Tipikor Jakarta, terdakwa divonis tanpa kehadiran terdakwa.

Keputusan berani yang melegakan rasa keadilan publik. Ditambah vonis

yang dijatuhkan begitu perkasa dan meyakinkan, pidana penjara enam

tahun dari tuntutan jaksa tujuh tahun. Vonis itu bahkan lebih berat

dibanding suaminya, M Nazaruddin, yaitu penjara empat tahun 10 bulan.

Belajar psikologi

Dalam sebuah sidang korupsi alat kesehatan dengan terdakwa pegawai

Kementerian Kesehatan, Rustam Syarifuddin Pakaya, saat itu dihadirkan

saksi Rosdiah Endang, adik mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah

Supari. Di sidang itu, Rosdiah tampak lemas, memelas, dan sulit

merespons pertanyaan hakim.

Related Post

Namun, Tati gigih bertanya setelah membaca gerak tubuh saksi yang tak

jujur. Rosidah sering mengatakan tidak tahu atau lupa. "Maaf, saya

orang awam, tidak tahu," jawab Rosdiah.

Tapi, bukan belas kasihan yang diterima Rosdiah, justru ancaman.

"Katanya Ibu ini pengusaha, berusaha dengan Jefry, kok bilangnya

orang awam. Ibu ini orang berpendidikan, sarjana S1, bukan orang awam,

jangan pura-pura. Bisa menanam modal Rp 500 juta itu bukan orang

awam," sentak Tati.

Tati pun menekankan bahwa para hakim dibekali ilmu psikologi yang bisa

membaca apakah seseorang bohong atau jujur. "Bapak ini ndhredheg,

begini ya, beri keterangan yang bener biar tenang," kata Tati kepada

saksi lain.

Hakim perempuan lainnya yang saat ini sedang memimpin adalah

Sudharmawatiningsih. Datanglah pada Senin atau Rabu atau Jumat di

Pengadilan Tipikor, maka akan melihat bagaimana Sudharmawatiningsih

begitu perkasa, berjibaku membuktikan dakwaan jaksa atas dakwaan

bioremediasi Chevron.

Banyak orang berpendapat, dakwaan jaksa begitu lemah untuk menyeret

para terdakwa dalam korupsi bioremediasi fiktif. Nah, hakim

Sudharmawatiningsih inilah yang lebih berperan mengajukan pertanyaan

yang begitu teliti dan bermutu.

Sudharmawatiningsih sangat detail dengan berbagai kemungkinan

pelanggaran yang dilakukan para terdakwa. Ia juga hafal dengan

jalannya sidang, lengkap dengan detail angka-angka.

Misalnya, soal detail lokasi yang menggunakan kode angka,

Sudharmawatiningsih tampak lebih menguasai dibanding jaksa atau

penasehat hukum. "Penasehat hukum diharapkan memperhatikan sidang dan

mencatat (kode) lokasi," kata Sudharmawatiningsih, mengingatkan

penasehat hukum.

Bagi jaksa maupun penasehat hukum, jangan sekali-kali tak menyimak

sidang dan jangan sampai mengulang pertanyaan karena

Sudharmawatiningsih hafal jalannya sidang dan substansinya. "Penuntut

umum, jangan mengulang pertanyaan lagi, itu sudah ditanyakan," sergah

Sudharmawatiningsih.

Dibanding dengan hakim Pengadilan Tipikor, Sudharmawatiningsih

jagonya memformulasikan pertanyaan. Pertanyaan penasehat hukum atau

jaksa yang tak bermutu atau tak sesuai ketentuan, pasti akan diambil

Hakim Ketua dengan formulasi yang lebih enak bagi terdakwa atau saksi.

Selamat bertugas Bu, selamat memberantas korupsi. (Amir Sodikin)

Leave a Comment

Recent Posts

Ketika Selebritas Berkampanye di Media Sosial

Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More

10 years ago

I Stand on The Right Side: Perang Senyap Pita Dukungan Capres

Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More

10 years ago

KPU Sebenarnya Siap dengan Pemilu Serentak 2014

Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More

10 years ago

Jokowi Pengaruhi Angka Ambang Batas Parlemen

Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More

10 years ago

Bawaslu Rilis Peta Potensi Kerawanan

Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More

10 years ago

Strict Standards: Non-static method JLoader::import() should not be called statically in…

Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More

10 years ago