Terdakwa perkara dugaan bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific
Indonesia (CPI) yang juga Direktur PT Sumigita Jaya, Herlan bin Ompo,
mengajukan pledoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Jumat (3/5). Ia tak habis pikir dengan tuntutan atas
dirinya yang bombastis, padahal kerugian negara belum terjadi.
"Begitu mudahnya menelan mentah-mentah cerita seorang ahli yang sakit
hati karena kalah tender di Chevron," kata Herlan. Sidang ini
dipimpin Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih.
Ahli yang sakit hati adalah Edison Effendi yang dijadikan ahli
Kejaksaan Agung. Selain Edison, dua ahli lain yang digunakan yaitu
Prayitno dan Bambang Iswanto. Hanya saja, keterangan ketiganya dalam
Berita Acara Pemeriksaan yang dilakukan penyidik Kejagung, isinya sama
termasuk titik komanya.
"Dalam BAP para ahli tersebut ternyata hanya copy paste, terlebih lagi
para ahli tersebut bekerja pada perusahaan yang sama yaitu Yola
Konsultan dan banyak mendampingi perusahaan-perusahaan kalah tender
dalam proyek bioremediasi PT CPI," kata Herlan. Kasus BAP "copy paste"
tersebut kini diadukan oleh penasehat hukum Herlan ke Mabes Polri.
Keganjilan lain yang dilakukan Edison yaitu melakukan uji atas tanah
yang diambil dengan melampaui batas toleransi validitas suatu sampel.
Sampel diambil 9 April 2012 dan baru dites 13 Juni 2012. Atau,
pengujian dilakukan setelah lebih dari 60 hari. Padahal menurut
ketentuan, tak boleh lebih dari 14 hari.
Uji dilakukan di Laboratorium di Kejaksaan, yang merupakan
laboratorium yang tidak mempunyai standard dan akreditasi. "Namun
semua fakta yang diciptakan Edison dijadikan dasar oleh JPU menuntut
saya," kata Herlan.
Herlan dituntut JPU dengan pidana penjara 15 tahun, denda Rp 1 miliar
subsider kurungan 6 bulan , dan uang pengganti kerugian negara 6,9
juta dollar AS atau pidana pengganti 5 bulan penjara jika tak bisa
melunasi uang pengganti.
Herlan mengatakan, tuntutan itu bombastis dan tak sesuai dengan fakta
persidangan. Padahal, berdasarkan fakta persidangan, tak ada kerugian
negara akibat bioremediasi. Uang yang dibayarkan Chevron ke kontraktor
masih terhitung uang Chevron sendiri.
Saksi dari BP Migas sebelumnya menerangkan, mekanisme penyelesaian
perselisihan antara BP Migas dan Chevron diatur dalam Kontrak PSC
(Production Sharing Contract). Selama ini belum pernah terjadi masalah
dengan PSC.
Dalam PSC, setiap persoalan keuangan ada cara tersendiri untuk
menyelesaikannya yaitu melalui "over lifting" atau lebih bayar dan
"under lifting" atau kurang bayar sebagai cara untuk koreksi
perhitungan keuangan antar para pihak dalam PSC.
Bahkan, yang terjadi ternyata ada kelebihan bayar terhadap BP Migas
sehingga BP Migas harus mengembalikan uang 24 juta dollar AS kepada
Chevron. Namun karena ada kasus bioremediasi, ada kewajiban bayar BP
Migas yang ditunda sebesar 9 juta dollar AS.
"Fakta soal over lifting dan suspend ini ditutupi JPU. Jadi negara
tidak pernah dirugikan, uang yang telah dikeluarkan untuk bioremediasi
adalah uang Chevron sendiri," kata Herlan.
Herlan menambahkan, fakta adanya mekanisme over lifting dan under
lifting dan suspend antara KKKS dengan BP Migas semakin memperkuat
argumentasi bahwa penegakan hukum pidana dalam hal ini adalah
kekeliruan yang sangat nyata dan telah menempatkan Terdakwa sebagai
korban fitnah yang sangat keji.
Putusan Majelis Hakim untuk Herlan akan dibacakan pada Selasa 7 Mei
jam 12.30. (Amir Sodikin)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment