Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (28/2), kembali
menyidangkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI dari Komisi VIII,
Zulkarnaen Djabar, dan putranya Dendy Prasetya. Para saksi yang
merupakan pejabat dari Kementerian Agama mengungkapkan menerima uang
yang besarnya ratusan juta rupiah dari perusahaan pemenang tender
penggandaan Al-Quran di Kementerian Agama tahun 2011 dan 2012.
Zulkarnaen dan putranya adalah terdakwa pengadaan laboratorium
komputer pada madrasah tsanawiyah dan penggandaan Al-Quran di
Kementerian Agama 2011-2012. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim,
Afiantara, menghadirkan saksi dari Sekretaris Direktorat Jenderal
Bimas Islam, Abdul Karim, dan Pejabat Pembuat Komitmen, Ahmad Jauhari.
Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), KMS A Roni, mencecar
para saksi, apa yang mereka dapatkan dengan mempermudah kerja utusan
Zulkarnaen Djabar, Fahd el Fouz, dalam lobi-lobi di Kemenag. “Apakah
saksi pernah menerima uang tersebut,” tanya jaksa Roni.
Abdul Karim kemudian mengakui mendapatkan uang “tasyakuran” sebesar Rp
20 juta yang diberikan oleh Sarisman, sekretaris Unit Layanan
Pengadaan di Kemenag. Uang tersebut diberikan setelah proyek
penggandaan Al-Quran APBN-P 2011.
Setelah itu, Abdul Karim kembali menerima “uang kondangan” Rp 15 juta.
Setelah itu, mendapat lagi 10.000 dollar AS dan 70 dollar AS yang
merupakan uang konsultasi pemilik perusahaan atas jasa konsultasi soal
huku wakaf. “Waktu itu, pemilik perusahaan ingin mewakafkan hartanya
dan kemudian konsultasi soal hukum wakaf kepada saya,” kata Abdul.
Terakhir, Abdul juga menerima lagi Rp 100 juta. Namun, semua dana yang
ia terima telah diserahkan ke KPK.
Saksi Ahmad Jauhari juga mengaku menerima uang dari pemenang tender
yaitu Rp 100 juta dari Ali Djufrie dan 15.000 dollar AS dari Abdul
Kadir Alaydrus. “Yang memberi Pak Mashuri (Ketua Unit Layanan
Pengadaan Kemenang), katanya ini uang tasyakuran dari kawan-kawan.
Paham saya ya itu dari Pak Ali Jufrie dan Abdul Kadir,” jawab Ahmad.
Ali Djufrie adalah Direkur PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I),
pemenang tender penggandaan Al-Quran APBN-P 2011 dan Abdul Kadir
Alaydrus adalah Direksi PT Sinergi Pustaka Indonesia, pemenang tender
penggandaan Al-Quran 2012.
Para saksi dianggap mengetahui adanya tekanan dari puhak Zulkarnaen
Djabar dalam memenangkan kedua perusahaan tersebut. Namun, dalam
sidang para saksi tak secara eksplisit mengakui adanya upaya untuk
menggolkan dua perusahaan pemenang tersebut.
Namun, Ahmad Jauhari mengakui ada kejanggalan saat ada ketentuan baru
yaitu perusahaan harus memiliki gudang seluas 5.000 meter persegi.
Ketentuan itu baru ia ketahui sebelum menandatangani kontrak dengan PT
A3I.
“Saya jua heran, kenapa PT Macanan yang mengajukan penawaran lebih
rendah kalah. Saya tanya, katanya karena tak memiliki luas gudang
5.000 meter persegi,” jawah Ahmad Jauhari.
Saksi Abdul Karim juga mengungkapkan, PT A3I akhirnya menjadi
pemenangn karena perusahaan itu memiliki gudang 5.000 hektar. “Gudang
itu untuk menyimpan Al-Quran sebelum didistribusikan,” kata Abdul
Karim.
Hakim berusaha mendalami keterangan Ahmad Jauhari, apakah ketentuan
luas gudang tersebut untuk menjegal PT Macanan dan demi meloloskan PT
A3I. Dalam dakwaan jaksa terungkap, sebenarnya dalam proyek
penggandaan Al-Quran APBN-P 2011, sudah ada pemenangnya yaitu PT
Macanan, tetapi atas lobi-lobi yan dilakukan pihak terdakwa akhirnya
PT A3I menjadi pemenangnya. Namun, keterangan yang diberikan Ahmad
Jauhari dianggap berbelit-belit dan membuat hakim marah.
“Saudara jangan cengengesan,” bentak hakim dengan suara tinggi melalui
mikrofon. “Apa cengengesan saya tadi?” jawab Ahmad. “Cengengesan!
Diam!” bentak hakim dengan suara lebih lantang.
Hakim kemudian bertanya, apakah ULP lapor soal ketentuan luas gudang
di awal proses lelang “Tidak lapor. Saya tidak dilapori,” jawab Ahmad.
Dirjen setujui anggaran
Dalam persidangan terungkap pula, dana penggandaan Al-Quran telah
disetujui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian
Agama saat itu, Nasaruddin Umar, yang kini menjabar sebagai Wakil
Menteri Agama. Menurut saksi Abdul Karim, Dirjen juga memberi perintah
agar membantu Zulkarnaen sesuai ketentuan.
Dijelaskan juga, dana penggandaan Al-Quran berasal dari dana “ontop”
langsung dari DPR, yang dimaknai para saksi sebagai dana milik
“Senayan” khususnya dari terdakwa Zulkarnaen. Penggandaan Al-Quran
terdiri dari dana optimalisasi APBN-P 2011 Rp 22 miliar dan anggaran
tambahan APBN 2012 Rp 50 miliar. Untuk APBN-P 2011, Kemenag tak ada
usulan program dan baru APBN 2012 ada usulan Rp 9 miliar, yang
kemudian ditambahi DPR Rp 50 miliar.
Saksi Abdul Karim, mengatakan, sempat ditelepon Zulkarnaen yang
mengatakan telah berbicara dengan Dirjen dan minta dibantu. Abdul
kemudian melapor ke Dirjen. “Pak Dirjen, ini tadi ada telepon dari Pak
Zul. Katanya Pak Dirjen sudah setuju. Kemudian Pak Dirjen menjawab,
bantu saja sesuai kententuan,” kata Abdul Karim.
Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi sempat memutarkan rekaman
percakapan telepon antara Abdul Karim dengan Zulkarnaen. Dalam
percakapan terlontar bahwa anggaran sudah di tangan “syeh” dan
disebut sudah beres. “Angaran sudah di Bimas Islam, dan sudah ada
komunikasi (Zulkarnaen) dengan Pak Dirjen, dan Pak Dirjen secara
normatif bilang bantu saja sesuai ketentuan,” papar Abdul menjelaskan
isi percakapan.
Afiantara memastikan, apa yang dibantu dan apa artinya sesuai
ketentuan. Abdul menjawab, dibantu untuk proses penganggarannya
sampai pelaksanaannya serta mengamankan anggaran dari Zulkarnaen agar
diterima dan dilaksanakan dengan harga menyesuaikan APBN 2011. “Untuk
ketentuannya, saya sampaikan ke Mashuri (Ketua Unit Layanan Pengadaan)
dan dia bilang iya, artinya mengerti ketentuan itu,” kata Abdul.
Utusan Senayan
Sebelumnya, “utusan Senayan”, yaitu Fahd el Fouz dan teman-temannya,
telah mendatangi Abdul Karim dengan mengatakan dana “ontop” adalah
punya Senayan yang bisa diletakkan di mana saja. Namun, atas kebaikan
Zulkarnaen, dana itu ditaruh di Bimas Islam. “Saya tak tahu
aturannya, tapi itu penjelasan utusan Senayan,” kata Abdul menjawab
pertanyaan jaksa KMS A Roni.
Selain memberikan dana “ontop”, DPR juga mematok harga pencetakan
Al-Quran sangat tinggi yaitu Rp 75.000 per eksemplar. Padahal, APBN
2011, hanya Rp 32.000 per eksemplar. “Mendengar harga segitu, Pak
Dirjen terkejut, kok sebesar itu ya?” papar Abdul.
Hakim Afiantara bertanya, apakah Dirjen menyetujui anggaran “ontop”
yang melonjak tinggi tersebut. “Pertama menolak, akhirnya setuju.
Alasannya masyarakat masih membutuhkan Al-Quran. Beliau katakan, kalau
harganya bisa disesuaikan dengan APBN 2011, kenapa tidak,” kata Abdul.
Akhirnya, program penggandaan Al-Quran disetujui dengan ketentuan
biaya per eksemplar diturunkan dari Rp 75.000 menjadi Rp 35.000.
Lelang pada APBN-P 2011 akhirnya dimenangkan PT Adhi Aksara Abadi
Indonesia (A3I) dan APBN 2012 dimenangkan PT Sinergi Pustaka
Indonesia.
Dalam dakwaan jaksa KPK, terungkap kedua perusahaan pemenang tersebut
memiliki alamat yang sama dan juga jajaran direksinya sama. Dua orang
dari perusahaan yang berperan adalah Ali Djufrie dan Abdul Kadir
Alaydrus. Dua perusahaan itu disebut jaksa sebagai perusahaan yang
diusung terdakwa.
Terdakwa Zulkarnaen membantah anggaran “ontop” tersebut dari Senayan,
apalagi dari dirinya. Anggaran tersebut merupakan anggaran murni
dari pemerintah. Penetapan harga Al-Quran Rp 75.000 per eksemplar juga
bukan dari Senayan, namun berasal dari Biro Perencanaan Kemenag. (Amir
Sodikin)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment