Putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada
Rabu lalu terhadap Kosasih Abbas yang tak memasukkan pertimbangan
justice collaborator dinilai telah menjadi preseden buruk bagi masa
depan justice collaborator. Kosasih yang sudah ditetapkan sebagai
justice collaborator oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Lembaga
Perlindangan Saksi dan Korban, ternyata tak diapreasi oleh majelis
hakim.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril,
pada Kamis (7/1) mengatakan hakim harusnya mempertimbangkan posisi
terdakwa sebagai justice collaborator dalam putusannya karena saat ini
kita bersusah payah mendorong pelaku untuk bekerjasama. "Pada
prinsipnya tidak gampang seorang tersangka atau terdakwa itu mau jadi
justice collaborator karena akan banyak risiko yang akan dihadapi,"
kata Oce.
Karena itulah negara mengeluarkan kebijakan untuk memberikan hak-hak
tertentu kepada justice collaborator. Mahkamah Agung juga telah
mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) No 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan
bagi Whistleblower dan Justice Collaborator yang intinya memberi
tempat kepada mereka yang mau bekerjasama dengan penegak hukum.
Misalnya, dengan diberikannya tuntutan ringan dari jaksa, kemudian
hakim mempertimbangkan memberikan vonis ringan pula.
Juda ada dalam Surat Keputusan Bersama antara Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban, Kejaksaan Agung,
Kepolisian, KPK, dan Mahkamah Agung. "Ini bukan karangan tapi berupa
surat edara MA dan SKB," kata Oce.
Pakar hukum pidana korupsi dari Universitas Indonesia, Akhiar Salmi,
juga mengkhawatirkan soal putusan Kosasih ini. "Majelis hakim terlalu
formalis dan positivistik. Seharusnya yang dilihat adalah azas
manfaatnya, bahwa peran Kosasih telah mampu mengungkap kasus ini
dengan terang dan jelas, bisa dibayangkan jika tak ada justice
collaborator, para terdakwa semua akan menjawab tidak tahu atau lupa
semua," kata Akhiar.
Akhiar menambahkan, putusan Rabu lalu sebenarnya bisa menjadi
yurisprudensi yang dinanti-nanti dunia penegakan hukum jika hakim
memasukkan pertimbangan justice collaborator, sebelum undang-undang
yang mengaturnya keluar. "Kalau justice collaborator ternyata tak
masuk dalam pertimbangan, saya khawatir tak akan ada lagi pelaku yang
mau bekerja sama, ini bahaya," katanya.
Tak ada apresiasi
Penasehat hukum Kosasih, Hudy Jusuf, menceritakan kekhawatirannya
ketika kliennya tak direken sebagai justice collaborator oleh hakim.
"Kalau seperti ini, nasib justice collaborator ke depan ya tak berguna
lagi karena tak ada apresiasi majelis hakim," kata Hudy.
Hudy memaparkan, kliennya sudah mau bekerjasama dengan penegak hukum
sejak penyidikan. "Pak Kosasih mau berkolaborasi dengan penegak hukum,
dari awal mulai penyidikan sampai ke proses persidangan, ikut membantu
membuktikan dakwaan-dakwaan jaksa, tapi sama sekali tak diapresiasai
hakim," papar Hudy.
Sebelumnya, kubu Jacob Purwono memang memprotes penetapan Kosasih
sebagai justice collaborator karena penetapan itu tidak dilakukan
sejak awal, melainkan ketika yang bersangkutan sudah menjadi terdakwa.
Bahkan, surat penetapan terkait justice collaborator itu bernomor
bulan Desember 2012 untuk versi KPK, dan Januari 2013 versi LPSK.
Namun, Juru Bicara KPK Johan Budi SP yang dihubungi wartawan usai
sidang, menyatakan jika Kosasih sudah menjadi justice collaborator
sejak penyidikan. Keterangan Johan Budi juga sama dengan keterangan
penasehat hukum Kosasih, Hudy Jusuf. Bahkan, dakwaan yang disusun
jaksa bisa dikatakan merupakan versi pengakuan Kosasih.
Ditanya bukankah hukuman 4 tahun untuk Kosasih itu jauh lebih ringan
dari hukuman 9 tahun untuk Jacob, Hudy menjawab rentang jabatan yang
jauh berbeda membuat selisih hukuman itu masih belum sepadan untuk
Kosasih. "Jacob memiliki wewenang yang kuat sementara Kosasih ini
boneka saja yang memang patuh dan loyal kepada pimpinan," kata Hudy.
Menurut Hudy, Kosasih bukan menyalahgunakan wewenang tapi tidak
menggunakan wewenangnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen karena di
bawah pengaruh kuat Jacob dan rekan-rekannya seperti jenderal polisi,
anggota DPR, anggota BIN, dan sebagainya. Sehingga tidak ada kemampuan
menolak perintah dari Jacob sebagai terdakwa 1.
Hudy berharap, kejadian yang menimpa kliennya tak akan terulang lagi.
"Ini pelajaran yang sangat berharga bagi dunia peradilan kita. Ini
bukan masalah justice collaborator-nya, tapi karena hakim belum
memiliki perspektif soal justice collaborator," kata Hudy.
Hudy belum memutuskan untuk banding, namun jika akan banding pihaknya
sudah siap dengan banyak bahan. Ia yakin, seandinya akan banding,
lebih mudah menjelaskan soal justice collaborator ke MA karena MA lah
yang mengeluarkan surat edaran tersebut. "Tunggu saja nanti, kami
masih pikir-pikir dulu," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Rabu (6/2), memvonis Jacob Purwono dengan pidana
penjara sembilan tahun, denda Rp 300 juta subsider kurungan enam
bulan. Sementara anak buahnya, Kosasih Abbas dijatuhi hukuman pidana
penjara empat tahun dan denda Rp 150 juta subsider kurungan tiga
bulan. Jacob adalah mantan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan
Energi (LPE) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sedangkan
Kosasih adalah mantan Kepala Subdirektorat Usaha Energi Baru dan
Terbarukan Ditjen LPE. Keduanya terbukti korupsi proyek pengadaan dan
pemasangan listrik untuk perdesaan atau solar home system (SHS) yang
dibiayai Departemen ESDM pada tahun 2007 dan 2008.
(AMR)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment