Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kembali menyidangkan dua
terdakwa perkara korupsi penggandaan Al-Quran dan pengadaan
laboratorium madrasah tsanawiyah yaitu anggota DPR Zulkarnaen Djabar
dan anaknya, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra. Seorang saksi
mengungkapkan, dana kedua proyek tersebut adalah "dana kuning" yang
ditaruh di Kementerian Agama.
Sidang yang dipimpim Ketua Majelis Hakim Aviantara pada Kamis (28/3)
menghadirkan tiga orang saksi yaitu Konsultan PT Adhi Aksara Abadi
(A3I) sekaligus Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia (SPI) Abdul
Kadir Alaydrus, Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Muda Musyawarah
Kekeluargaan Gotong Royong (GEMA MKGR) Rizky Moelyopoetro, dan mantan
Direktur Eksekutif PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN) Rudy Rosady.
PT A3I pernah mengerjakan proyek penggandaan Al-Quran di Kemenag pada
2011 senilai Rp 5,6 miliar pada proyek pertama dan Rp 22,5 miliar pada
proyek kedua. Sedangkan PT SPI, pernah mengerjakan proyek penggandaan
Al-Quran dan buku-buku agama pada 2012 senilai Rp 50 miliar.
Pada pekerjaan dengan nilai Rp 5,6 miliar, Abdul Kadir belum digandeng
Fahd el Fouz, pengusaha kepercayaan terdakwa Zulkarnaen Djabar yang
mengaku menjadi broker proyek. Baru pada proyek Rp 22,5 miliar dan Rp
50 miliar, kubu Fahd mendekati PT A31 dan PT SPI.
Abdul Kadir sempat ditemui Fahd (yang juga Ketua Umum GEMA MKGR) dan
anak buah Fahd yaitu Vasko Ruseimy (Ketua Harian Gema MKGR),
Syamsurachman (pengurus GEMA MKGR), dan juga Dendy (Sekjen GEMA MKGR)
pada setiap perencanaan proyek. Pertemuan dengan Fahd tersebut
menjadi ajang untuk menekan Abdul Kadir agar tidak ikut lagi tender
atau jika masih ingin tender, harus mengikuti aturan mereka.
"Dia katakan begini, kami punya pekerjaan di sini, itu pekerjaan kami,
kalau mau ikut tender maka ikuti keinginan kami," kata Abdul Kadir
menirukan Fahd. Jika Abdul Kadir tetap mau ikut tender, kubu Fahd
menawarkan kompensasi berupa bagi hasil yang nilainya 15 persen dari
nilai proyek.
"Apa jaminan kalau itu proyek mereka?" tanya jaksa penuntut umum dari
Komisi Pemberantasan Korupsi, KMS A Roni. "Kata Pak Fahd, ini dana
kuning yang dananya ditaruh di Kemenag," kata Abdul Kadir.
"Sepengetahuan Saudara, dana kuning itu apa?" tanya jaksa Roni.
"Mungkin arahnya ke grup Golkar. Saya tidak langsung mengaitkan dengan
Partai Golkar. Awalnya saya menduga MKGR, kemudian ternyata GEMA MKGR,
mereka afiliasinya ke Partai Golkar," kata Abdul Kadir.
Setelah berbicara dengan manajemen perusahaan, akhirnya fee 15 persen
tersebut disetujui. Fee akan dibayar jika pemenang sudah diumumkan
pasti. Baik pada proyek 2011 maupun 2012, proses lobi dan upaya
pemenangannya sama.
Pada proyek 2011 senilai Rp 22,5 miliar, sempat ada kendala karena PT
Macanan ternyata menduduki urutan pertama dan PT A3I urutan kedua.
Melihat gelagat yang tak diinginkan, kubu Fahd langsung bertindak.
"Pak Fahd katanya marah-marah di hadapan pejabat pemerintah. Katanya,
kita sudah deal dengan mereka tapi kok A3I nomor dua," kata Abdul
Kadir.
Tak hanya marah, Fahd juga melobi PT Macanan dan juga PT A3I. Abdul
Kadir menduga, Fahd meminta Macanan mundur dari lelang namun sebagai
kompensasinya A3I akan memberikan sebagian proyek ke Macanan. Pada
akhirnya, Macanan memang diberikan jatah proyek oleh A3I.
Selain marah-marah, meminta PT Macanan mundur, terungkap pula upaya
menjegal PT Macanan yaitu dengan tiba-tiba memasukkan persyaratan baru
berupa kewajiban memiliki gudang minimal 5.000 meter persegi. Abdul
Kadir tak tahu menahu soal ketentuan tersebut, namun pihaknya memang
memiliki gudang walaupun gudang tersebut bukan milik perusahaan.
Ketua Majelis Hakim Afiantara sempat mencecar Abdul Kadir apakah tahu
kalau sebenarnya persyaratan soal luas gudang itu hanya mengada-ngada.
"Tahu enggak kalau awalnya tak ada syarat gudang?" tanya Afiantara
yang dijawab tidak tahu.
"Kok bisa ya, sulapannya itu lho, yang nomor dua dijadikan nomor 1,"
celetuk Afiantara.
Akhirnya, PT A3I menang untuk proyek 2011 dan PT SPI menang untuk
proyek 2012. Pada Desember 2011, Abdul Kadir merealisasikan fee untuk
kedua proyek tersebut senilai Rp 9,25 miliar berupa cek yang
diserahkan ke Syamsurachman. Harusnya fee nilainya Rp 10 miliar lebih,
namun tak disanggupi Abdul Kadir dan sebagai gantinya pihak Fahd
menahan sertifikat.
Dalam sidang tersebut juga terungkap, setiap kali ada masalah, Fahd
selalu meminta Dendy untuk menghubungi seseorang yang biasa dipanggil
sebagai panglima. Kadang juga dipanggil bos dan bapak. Abdul Kadir
mengaku tidak tahu siapa panglima yang dimaksud. Tapi setelah kasus
itu mencuat, di media massa Abdul Kadir baru tahu kalau itu adalah
Zulkarnaen Djabar.
Abdul Kadir juga diminta Fahd untuk mencarikan perusahaan lain untuk
ikut dalam proyek pengadaan laboratorium madrasah tsanawiyah senilai
Rp 32 miliar. Akhirnya, Abdul Kadir mengajukan perusahaan kenalannya
yaitu PT Batu Karya Mas (BKM). Sama dengan proyek lainnya, kubu Fahd
meminta fee 15 persen. PT BKM akhirnya memenangkan proyek tersebut dan
membayar fee Rp 4,7 miliar ke pihak Fahd.
Fahd yang pernah didatangkan sebagai saksi, mengatakan, untuk
menampung dana fee tersebut, Dendy (Sekjen GEMA MKGR) menaruh uang
tersebut di perusahaan yang didirikan Fahd dengan rekan-rekannya di
GEMA MKGR, yaitu PT Karya Sinergi Alam Indonesia (KSAI). (AMR)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment