Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, menyatakan banyak
kasus impor pangan yang menjadi lahan kong-kalikong dan justru
menciptakan kartel dan mafia impor. Pihaknya menyatakan tak antiimpor
pangan. Namun, dalam sektor pangan yang terkait hajat hidung orang
banyak, Samad menekankan perlunya mengkaji betul apakah produk lokal
sudah tak mampu memenuhi kebutuhan lokal.
“Filosofi impor itu kan ketika produk pangan lokal tak mampu memenuhi
kebutuhan lokal, baru bisa impor. Namun yang terjadi, regulasi impor
pangan itu justru menciptakan kartel dan mafia impor,” kata Samad
ketika memberi materi dalam Simposium Nasional Masyarakat Hukum Pidana
dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) di Universitas Hasanuddin,
Makassar, Senin (18/3).
Dampaknya, petani lokal akan tergusur karena beras impor dan daging
impor bisa lebih murah dari barang lokal. “Kenapa KPK menangani
kasus daging impor? Sebenarnya impor daging boleh dilakukan tapi dia
tak boleh masuh ke pasaran bebas, hanya di hotel dan restoran besar.
Karena itu dibuat kuota,” kata Samad.
Namun, ketika kuota ini menjadi alat kong-kalikong, kemudian kuota
dibuka lebar, dampaknya ketika importir sudah berhasil memenuhi
kebutuhan impor untuk kalangan terbatas, maka dia akan jual ke pasaran
bebas juga. “Maka yang terpukul peternak kita. KPK peduli ke masalah
ini karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Kita harus buat
regulasi agar tak membuka adanya kartel dan mafia impor,” kata Samad.
Bantah tebang pilih
Abraham Samad juga membantah institusinya telah melakukan tebang pilih
terhadap penindakan tindak pidana korupsi. Minimnya jumlah penyidik
yang hanya 50 orang, membuat KPK harus menentukan skala prioritas.
“KPK tidak tebang pilih tapi ada skala prioritas. Kita hanya tangani
korupsi besar,” kata Samad. Sumber daya KPK memang terbatas yang harus
menangani luasan wilayah dengan penduduk 240 juta.
“Dengan penyidik hanya 50 orang, tak mungkin menindak semua korupsi
yang masif. Kami harus buat prioritas. Prioritas ini yang ditangkap
masyarakat dengan tebang pilih. Hongkong saja yang jumlah penduduknya
seperti Jakarta dengan 8 juta penduduk, jumlah penyidiknya sampai
2.000 orang,” kata Samad.
Karena keterbatasan sumber daya manusia, KPK lebih mengutamakan
pendekatan pencegahan dengan penekanan pada perbaikan sistem.
Perbandingannya, dari penindakan, pengembalian kerugian negara tahun
2012 hingga sekarang hanya Rp 200 miliar.
Di sektor minyak dan gas, dengan pendekatan pencegahan, KPK bisa
memperbaiki sistem yang bisa mengembalikan harta negara sampai lebih
dari Rp 150 triliun. “Ternyata pencegahan bisa kembalikan potensi
kerugian negara. Kita menyebutknya pendekatan pencegahan atau
pengintegrasian penindakan dengan pencegahan,” kata samad.
Samad mengakui, KPK tak punya infrastruktur yang kuat dibanding
kejaksaan dan kepolisian. Karena itu, KPK hanya menangani korupsi
kategori grand corruption atau korupsi besar. Indikatornya berupa
jumlah kerugian negara dan pelaku korupsi apakah penentu
kebijakan/regulasi atau tidak.
Karena itu, jenis korupsi yang ditangani KPK jika berkaitan dengan
korupsi yang melibatkan pengambil keputusan terhadap kebijakan,
melibatkan aparat penegak hukum, berdampak luar biasa terhadap
keputusan nasional, berupa kejahatan sindikasi yang sistemik dan
terorganisir.
Sedangkan dari sisi sektor mana yang akan difokuskan, Samad
mengungkapkan akan fokus pada ketahanan pangan plus yaitu pertanian,
perikanan, peternakan, plus pendidikan dan kesehatan. Juga ketahanan
energi, lingkungan, minyak dan gas, pertambangan, dan kehutanan.
Termasuk penerimaan pajak, bea dan cukai, dan infrastruktur.
Eksploitasi SDA
Dalam bidang eksploitasi sumber daya alam, KPK sudah mencium gelagat
tak sehat yaitu ternyata yang diuntungkan dalan eksploitasi sumber
daya alam adalah kelompok tertentu dan penguasa daerah. Misalnya
oknum-oknum bupati di daerah. Terjadi persekongkolan pengusaha dengan
penguasa, rakyat tetap saja miskin.
“Masuklah ke Kalimantan, penguasa memamerkan kehidupan luar biasa
kayanya sementara di pedalaman masih tetap miskin,” kata Samad. Hal
itu terjadi karena hampir 50 persen pengusaha tak membayar pajak dan
royalti kepada negara, mereka hanya mau membayar ke pengusaha daerah.
“Kalau pajak dan royalti dibayar, rakyat di situ tak akan miskin
infrastruktur tak akan terbengkalai,” papar Samad. (AMR)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment