Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof
Eddy OS Hiariej mengatakan, pembahasan RUU KUHAP harus kita kawal dan
harus menjadi perhatian kita bersama. Jika lengah, banyak hal-hal
krusial, misalnya terkait pemberantasan korupsi, bisa dikebiri tanpa
disadari.
Eddy mencontohkan, soal penyadapan dalam rancangan KUHAP ternyata
harus berkoordinasi dengan Polri. Padahal, penyadapan itu kewenangan
tiap-tiap instansi, misalnya Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan
Kejaksaan. "Idealnya, penyadapan tak harus koordinasi dengan Polri.
Bisa bocor dulu sebelum disadap jika misalnya yang disadap anggota
kepolisian," kata Eddy.
Eddy mengingatkan, KPK itu ada karena kedua instansi yaitu Polri dan
Kejaksaan bekerja tidak efektif. Karena itu, jika penyadapan harus
koordinasi dengan Polri, selain memperpanjang birokrasi juga rentan
kebocoran penyadapan jika sudah terkait anggota Polri.
Selain soal penyadapan, Eddy juga mengajak kita untuk memerhatikan
soal hakim pemeriksa pendahuluan yang kewenangannya begitu luas. "Saya
tidak setuju adanya lembaga baru yaitu hakim pemeriksa pendahuluan.
Kinerja aparat hukum akan terhambat rengan lembaga baru ini karena
sedikit-sedikit tindakah hukum akan digugat," katanya.
Bisa dibayangkan, misalnya jika tersangka keberatan dengan penyitaan
aset, atau keberatan dengan teknik penyadapan, dengan mudah dia bisa
protes dan menggugat ke hakim pemeriksa pendahuluan. "Saya lebih
setuju jika wewenang praperadilan itu diperluas, jadi tak perlu
membuat lembaga baru yang akan merepotkan nantinya," kata Eddy.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof
Aswanto mengingatkan masih banyak persoalan dalam pembahasan RUU KUHP
dan RUU KUHAP yang harus dikawal. Dari sisi teknis, KUHAP itu ada
untuk menegakkan hukum materiil, tapi masalahnya hukum materiilnya
yaitu KUHP sementara masih dibahas.
"Kita berharap hukum materiil dibahas dulu baru menuntaskan hukum
acara. Setelah kelar KUHP, kita baru melihat norma-norma untuk
menegakkan KUHAP. KUHP harus dipercepat baru konsentrasi bahas KUHAP,"
kata Aswanto.
Aswanto khawatir jika rancangan KUHAP dibahas dulu nanti ada
norma-norma yang tak disiapkan di hukum materiilnya. Selain soal
teknis, di rancangan KUHAP dan KUHP memang ada konsep-konsep yang
diperdebatkan.
"Misalnya, ada yang berkeinginan agar kewenangan penyadapan itu
hilang. Padahal UU lain sudah mengatur misalnya untuk kejahatan pidana
luar biasa, seperti narkoba, terorisme, dan korupsi, bisa melakukan
penyadapan dengan leluasa," kata Aswanto.
Bagi pemberantasan kejahatan luar biasa, misalnya tindak pidana
korupsi yang terbukti efektif memanfaatkan teknologi penyadapan,
pembatasan penyadapan itu jelas kontraproduktif. "Untuk kejahatan luar
biasa, maka untuk memberantasnya memang harus dengan langkah-langkah
dan penanganan yang luar biasa. Tak bisa dengan cara-cara sederhana,"
kata Aswanto. (AMR)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment