Masuknya Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) ke DPR merupakan momentum langka. Berpuluh-puluh tahun kita
menunggu momentum itu dan jika ada wacana untuk menarik draft RUU,
para pakar menyayangkan langkah itu.
Ahli hukum pidana korupsi Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, di
Jakarta, Jumat (22/3), mengakui memang ada pasal-pasal yang tak sesuai
harapan, misalnya pasal-pasal yang akan mempersulit kerja penyadapan.
Namun, janganlah masalah tersebut menjadi alasan untuk menarik draft
RUU.
"Kita sudah menantikan berpuluh-puluh tahun lamanya untuk mengganti
hukum warisan kolonial itu. Jika pemerintah menarik draft RUU, selain
pemerintah tampak tidak siap, dipastikan nanti akan sulit lagi jika
akan mengajukan RUU ke DPR," kata Akhiar.
Diharapkan semua pihak sekarang harus konsentrasi untuk mengikuti
pembahasan di DPR. "Mari kita berdebat di DPR, masih ada kesempatan
untuk memperbaiki rancangan KUHP, di sanalah pertarungannya,"
katanya.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Barda Nawawi Arief,
mengatakan rasa bersyukurnya karena dapat menyongsong jabang bayi RUU
KUHP yang sudah 59 tahun dalam kandungan. "Saya sudah empat kali
menyongsong terus, semoga kali ini bisa menyaksikan kelahiran jabang
bayi tersebut," katanya.
Barda mengatakan, janin KUHP ibaratnya telah menjadi jani yang terlalu
lama dalam kandungan dan biasanya janin lama memang banyak masalah.
"Semoga tidak mati dalam kandungan, semoga tidak lahir cacat. Semoga
juga tidak lahir dengan operasi," katanya.
Sepanjang masa menunggui kelahiran KUHP, Barda mencatat pembahasan RUU
itu telah menghasilkan setidaknya 16 orang yang berjasa dalam
pembahasan dan kini sudah meninggal dunia. Diantara mereka adalah
kakek-kakek guru dan para guru Barda yang bertahun-tahun mencurahkan
perhatiannya untuk menghasilkan rancangan KUHP.
"Dalam deretan 'in memoriam' yang telah terlibat dalam pembahasan RUU,
sudah ada 16 orang, salah satunya Menteri Ismail Saleh, Prof
Moeljatno, Prof Sudarto, Prof Roeslan Saleh, dan masih banyak lagi,"
kata Barda. Di nomor urut ke-16, Barda mencatat nama Rohiman. "Dia
tukang ketik, saya mengingatnya," katanya.
Beberapa anggota tim perumus juga sudah tua-tua. "Muladi dan saya
sudah 70 tahun, tinggal nunggu giliran," kelakar Barda.
Barda sempat berfikir, dia tak akan sempat menyaksikan lahirnya jabang
bayi KUHP. Dengan sudah masukknya RUU KUHP dan KUHAP ke DPR, Barda
tampak lega dan berharap bisa menyaksikannya momentum langka itu
hingga benar-benar mewujud menjadi UU.
Akhiar Salmi mengatakan, tahun ini memang tahun politik yang rentan
pertarungan kepentingan. Seharusnya, tugas pembahasan RUU KUHP dan
KUHAP ini akan lebih strategis jika diserahkan ke anggota DPR periode
mendatang.
Namun, karena pemerintah sudah memutuskan memasukkan RUU untuk dibahas
periode sekarang, tak ada alasan lagi mundur. Momentum justru harus
bisa kita ciptakan dengan membangkitkan semangat bersama untuk membuat
sistem pidana nasional yang lebih baik.
Pemerintah dan DPR diharapkan bisa mengesampingkan kepentingan
pribadi dan golongan. "Jangan sampai dimanfaatkan untuk menarik
simpati masyarakat. Pembahasan RUU KUHP dan KUHAP ini memang rawan
kepentingan, karena itu masyarakat diharapkan ikut mengawalnya," kata
Akhiar. (AMR)
Hingga Kamis (3/7) malam, di media sosial terutama Twitter, terus diwarnai adu kencang beberapa tagar… Read More
Hingga Minggu (8/6) siang pukul 12.00, pita kampanye “I Stand on The Right Side” meroket… Read More
Walaupun akan merepotkan, Komisi Pemilihan Umum sudah mengantisipasi putusan MK jika menginginkan pemilu serentak pada… Read More
Figur Joko Widodo atau Jokowi dalam konstelasi politik Indonesia masih dominan dan bisa mempengaruhi iklim… Read More
Badan Pengawas Pemilu merilis peta kerawanan Pemilu 2014 untuk 510 kabupaten/kota di Indonesia. Peta itu… Read More
Masih pada joomla 1.5 yang dipasang di server dengan upgrade server ke php terkini, halamannya… Read More
Leave a Comment